2.1 Biologi Udang Windu
Menurut Agung (2007) dalam dunia internasional, udang windu dikenal
dengan nama black tiger, tiger shrimp, atau tiger prawn.
Adapun udang windu diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Family
: Panaeidae
Genus
: Panaeus
Species
: Panaeus monodon Fabricus
Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang
windu (Panaeus monodon Fab.) terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala
yang menyatu dengan dada atau disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen)
yang terdapat ekor dibagian belakangnya. Bagian tubuhnya terdiri dari beberapa
ruas (segmen). Cephalothorax terdiri dari 13 ruas, yaitu
kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, Sedangkan bagian perut terdiri
atas 6 segmen dan 1 telson. Setiap ruas tubuh memiliki kaki sepasang (Agung
2007).
Udang windu (Panaeus monodon Fab.)
memiliki sifat-sifat dan ciri khas
yang
membedakannya dengan udang-udang yang lain. Udang windu bersifat Euryhaline,
yakni secara alami bisa hidup di perairan yang berkadar garam dengan rentang
yang luas, yakni 5-45 ‰. Kadar garam ideal untuk pertumbuhan udang windu adalah
19-35 ‰. Sifat lain yang juga menguntungkan adalah ketahanannya terhadap
perubahan suhu yang dikenal sebagai eurythemal (Agung 2007).
2.2 Definisi Produk
Pembekuan adalah
adalah salah satu cara untuk mengawetkan makanan berdasarkan atas penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi kimia dan aktivitas enzim. Faktor
yang penting dalam pembekuan adalah kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat lebih
dianjurkan dari pada pembekuan lambat karena mempunyai bebrapa keuntungan
antara lain, pembekuan cepat akan membentuk kristal-kristal kecil es yang lebih
kecil sehingga kerusakan sel lebih seikit, produk didinginkan sangat cepat
dibawah suhu pertumbuhan mikroorganisme
(Rosmawati 1982).
Bentuk udang
beku yang umum dipasarkan dalam perdagangan adalah dalam keadaan berikut: udang
beku tanpa kepala, udang beku yang dikupas dan bagian punggung dibelah, udang
beku yang utuh dengan kepala (Rosmawati
1982).
2.3 Persyaratan Mutu Udang
Udang sebagai salah satu
produk perikanan yang memilliki sifat mudah busuk (highly perishable),
maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar mutu udang tetap segar pada
saat dikonsumsi. Mutu udang terutama ditentukan oleh keadaan fisik dan
organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari udang tersebut.
Kemudian, ukuran dan keseragaman udang juga dapat menentukan tingkat mutunya.
Oleh karena itu, tidak boleh ada cacat, rusak atau defect yang akan
mengurangi nilai dari mutu udang (Agung 2007).
2.4 Kandungan
Gizi
Udang merupakan hasil produksi perikanan yang istimewa, karena memiliki
aroma yang spesifik dan gizi yang sangat tinggi. Bagian kepala beratnya kurang
lebih 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit
17-23% (Anonim 2007). Selain itu daging udang juga
mempunyai asam amino esensial yang penting bagi manusia, dimana asam amino
tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini
disebabkan tingginya protein pada udang 6 dengan 18 jenis asam amino yang
terkandung didalamnya (Agung 2007).
2.5 Kemunduran Mutu Udang
Moeljanto ( 1979
) menyatakan bahwa kemunduran mutu, udang segar juga sangat
berhubungan dengan perlakuan fisik
terhadap tubuhnya. Sebagai salah satu jenis bahan makanan yang sangat cepat mengalami
kemunduran mutu, maka penanganan udang
segar perlu mendapatkan perhatian dan perlakuan yang cermat. Tanda-tanda udang yang
masih segar dan baik mutunya adalah :
1). Rupa dan warna ;
utuh, nening, sambungan antara kepala dan ekor serta antara ruas kokoh.
2). Bau ; segar dan
spesifik serta bau amoniak yang menusuk sebelum ada sama sekali.
3). Daging ; tekstur
elastic, warna daging bening dan bercahaya.
Proses kemunduran mutu udang
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor
lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologis dan
oksidatif. Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan
susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang
mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan udang
segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat. Bagian kepala merupakan
bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian kepala
mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Agung 2007).
Kerusakan biokimia
disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam tubuh udang. Enzim tersebut
menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa makromolekul dan mudah menguap
sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap (Wahyudi 2003).
Kerusakan mikrobiologis
dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat
dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati
pertahanan tubuhnya berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang. Pengaruh
lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi penyebab utama
kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses oksidasi dan tekstur
udang menjadi lunak (Wahyudi 2003).
Salah satu cara untuk
menghambat proses penurunan mutu udang segar adalah dengan pembekuan yang
merupakan cara yang paling baik untuk penyimpanan jangka panjang. Apabila cara
pengolahan dan pembekuan dilakukan dengan baik dan bahan mentahnya masih segar,
maka dapat dihasilkan udang beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat
udang segar (Moeljanto 1992).
2.5.1 Aktivitas enzimatis
Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang
terkadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga
senyawa pada jaringan tubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih
1995). Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain menguraikan
protein, karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpan sebagai cadangan
makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus menguraikan jaringan
tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti, akibatnya jaringan tubuh
menjadi lembek. Selain itu, terjadi pula penguraian protein menjadi asam amino
dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor, warna (diskolorasi)
dari warna asli mejadi warna coklat atau hitam (black spot) yang
disebabkan oleh reaksi enzimatis.
2.5.2 Oksidasi
Kecepatan oksidasi lemak
dapat diperlambat dengan penurunan suhu. Melindungi produk agar tidak
berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan pembunuhan antioksidan, mencegah
kontak antara produk dengan logam-logam berat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto
2002).
2.5.3 Aktivitas mikroorganisme
Proses penurunan mutu secara
mokrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya
kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lender, insang dan saluran
pencernaan (Purwaningsih 1995). Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati
namun demikian kegiatannya masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang
(pH dan suhu) yang belum sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas
perkembangbiakan baru berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat
kerja enzim (proses10 autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju
pada beberapa tempat yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lender dan
kulit, isi perut yang terletak di kepala, insang, dan kaki yang terdapat pada
bagian kepala.
2.5.4 Dehidrasi
Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi
(kekeringan) karena adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk
kearah evaporator, sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara
mengatasinya adalah
dengan proses glazing dan pengemasan yang
benar. Dengan diketahuinya penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan
penanganan terhadap produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga
tujuan dari pembekuan
itu sendiri akan
tercapai.
Proses
kemunduran mutu udang terjadi sesaat setelah udang mati atau post mortem. Keadaan post
mortem menurut Darwin 1967 dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu fase pre rigor dalam fase ini udang baru
mengalami kematian dan bakteri mengalami perkembang lambat 2. Fase rigor mortis dimana dalam fase ini
keadaan daging udang keras yang dipengaruhi oleh suhu dan penyebab kematian
udang, 3. Fase post rigor dalam fase ini terjadi proses autolysis yang
menyebabkan sebagian cairan keluar dari sel yang merupakan substrat yang cocok
untuk pertumbuhan bakteri.
Kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara yaitu: aktivitas enzimatik atau autolitik, terjadinya
proses oksidasi dan pembusukan karena bakteri. Namun, penbusukan tersebut dapat
dicegah oleh beberapa hal yaitu: mengontrol jumlah bakteri dan proses oksidasi
terutama pembentukan melanin karena aksi enzim fenolase terhadap substrat
fenol.
Mutu udang
dipengaruhi oleh perlakuan sebelum pembekuan antara lain adalah pembuangan
kepala pencucian dan juga faktor pengupasan kulit. Udang yang ditangkap dan
langsung dibekukan dapat mencapai 12 bulan dengan penyimpanan pada suhu -18oC.Temperature
penyimpanan juga sangat mempengaruhi mutut udang beku. Udang yang disimpan pada
suhu -12oC akanmengalami kemunduran mutu dan hanya tahan 10 bulan.
Udang yang disimpan dalam suhu -40oC udang masih bertahan samapi 12
bulan. Sedangkan apabila suhu berfluktuasi antara -18oC dan -12oC
akan mempunyai mutu yang sedikit lebih baik dari pada yang disimpan pada suhu
-18oC.
Pada prinsipnya pembekuan
udang merupakan salah satu cara memperlambat terjadinya proses penurunan mutu,
baik secara autolisis, bakteriologis dan oksidasi dengan suhu rendah. Walaupun
dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia
dan aktivitas enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh
karena itu, setelah udang dibekukan dan disimpan dalam ruang beku (cold
storage), tidak akan lepas begitu saja dari proses penurunan mutu (Ilyas
1993). Menurut Hadiwiyoto (1993), proses pembekuan berdasarkan sistem pindah
panas dari alat yang digunakan atau cara yang dikerjakan, proses pembekuan
terdiri atas:
·
Pembekuan
konvensional, jika cara pembekuannya menggunakan alat
pendinginan sederhana yang tradisional atau konvensional
sifatnya.
·
Blast
freezing, pada metode ini bahan
ditempatkan pada suatu ruang
pembekuan dengan udara bersuhu rendah dihembuskan.
Beberapa cara metode
ini adalah pembekuan dalam alat berbentuk terowongan (tunnel
freezing), air blast freezing dan flow freezing.
·
Contact
plate freezing, pada metode
ini bahan dibekukan dengan alat pelat-pelat pembekuan yang ditempatkan pada
bahan.
·
Pembekuan celup
(immersion freezing), pada metode ini bahan yang akan
dibekukan dicelupkan dalam
cairan yang sangat dingin, misalnya larutan
garam
(NaCl) dingin, campuran gliserol dan alkohol atau larutan gula dingin.
·
Pembekuan dengan
cara penyemprotan bahan pendingin berbentuk cairan
(spray
freezing)
·
Kombinasi
pembekuan celup dengan blast freezing (the blend process)
·
Cryogenic freezing, merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas
nitrogen yang dicairkan atau karbondioksida cair. Proses
produksi udang beku dimulai dari tempat penerimaan sampai dengan tempat
penyimpanan udang beku (cold storage). Urutan-urutannya secara umum
adalah sebagai berikut (Purwaningsih 1995).
Agung.2007.Biologi dan Morfologi Udang.(terhubung
berkala). www.biologiudang.net (28 April 2011)
Anonim.2007.Gizi Udang.(terhubung berkala).www.kandungangiziudang.com/ (20 April 2011)
Austin.1981.Proses Pengolahan Udang Beku. (terhubung
berkala).www.pengolahanikan.com/ (28
April 2011)
Hadiwiyoto.1993.Alat-alat Pembekuan Udang.(20 April
2011)www.alatbekuudang.com/
Hariadi.1994.Cara Pengolahan Udang. (terhubung
berkala).www.pengolahanudang.com/ (28
April 2011)
Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002.Oksidasi Bagi Perikanan
Laut.www.ikanlautku.com (28 April 2011)
Purwaningsih.1995.Teknik Pembekuan Udang Cetakan
2.Jakarta: Penebar Swadaya
Rosmawati.1982.Produk Perikanan.(terhubung
berkala).www.hasilikanlaut.com/ (22 April 2011)
Wahyudi.2003.Mutu Ikan Laut.(terhubung
berkala).www.mutuikan.com/ (22 April 2011)