Selasa, 22 Maret 2011

PUKAT PANTAI (Beach Seine)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Pukat pantai atau beach seine adalah salah satu jenis alat tangkap yang masih tergolong kedalam jenis alat tangkap pukat tepi. Dalam arti sempit pukat pantai adalah suatu alat tangkap yang bentuknya seperti payang, yaitu berkantong dan bersayap atau kaki. Pukat pantai juga sering disebut dengan krakat. Berdasarkan kontruksi, cara pengoprasian dan jenis sasaran tangkapnya pukat pantai termasuk dalam klasifikasi pukat kantong. (Subani dan Barus 1989)

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Pukat pantai terdiri dari bagian-bagian, yaitu : sayap, kantong, badan
(pemberat dan pelampung). a) Sayap (wings); sayap merupakan perpanjangan dari bahan jaring berjumlah sepasang terletak pada masing-masing sisi jaring. Masing-masing sayap terdiri atas: 1) Ajuk-ajuk yang berada di ujung depan dan biasanya terbuat dari polyethylene. 2) Gembungan yang terdapat di tengah dan biasanya juga terbuat dari polyethylene. 3) Clangap yang berada di dekat badan dan biasanya juga terbuat dari polyethylene atau bahan sintetis lainnya. (Ayodya 1975). b) Kantong; kantong berfungsi sebagai tempat ikan hasil tangkapan, berbentuk kerucut pada ujungnya diikat sebuah tali sehingga ikan-ikan tidak lolos. Kantong terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai ukuran mata yang berbeda-beda. Kantong terdiri dari dua bagian pada umumnya bagian depan berukuran mata sekitar 14 mm, berjumlah sekitar 290 dan panjang sekitar 2,20 m. Bagian belakang kira kira memiliki ukuran mata 13 mm, dengan jumlah sekitar 770, dan panjang sekitar 4 m. (Ayodya 1975). c) Badan (Shoulder); bagian badan jaring terletak di tengah-tengah antara kantong dan kedua sayap. Berbentuk bulat panjang berfungsi untuk melingkupi ikan yang sudah terperangkap agar masuk ke kantong. Badan terdiri atas bagian depan yang mempunyai ukuran mata yang lebih kecil daripada bagian belakang dan dengan panjang serta jumlah mata yang lebih banyak daripada bagian belakang.
   Kedudukan pukat pantai di perairan sangat ditentukan oleh keberadaan pelampung dan pemberat pukat pantai. (Ayodya 1975). 1) Pemberat (Sinker); pemasangan pemberat pada umumnya ditempatkan pada bagian bawah alat tangkap. Fungsinya agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap pada posisinya meskipun mendapat pengaruh dari arus serta membantu membuka mulut jaring kearah bawah. (Ayodya 1975). 2) Pelampung (Floats); sesuai dengan namanya fungsi pelampung digunakan untuk memberi daya apung atau untuk mengapungkan dan merentangkan sayap serta membuka mulut jaring ke atas pada alat tangkap pukat pantai.
    Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas pukat pantai juga menggunakan tali. (Ayodya, 1975). A) Tali Penarik (Warps) dan Tali Goci (Bridles); terletak pada dua ujung sayap, berfungsi untuk menarik jaring pukat pantai pada setiap operasi penangkapan. Tali ini ditarik dari pantai oleh nelayan dengan masing-masing sayap ditarik oleh sekitar 13 nelayan atau tergantung dengan panjang dan besarnya pukat pantai. (Ayodya 1975). B) Tali Ris Atas (Lines); berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya jaring pada bagian atas dan pelampung. Tali ini terletak pada kedua sayap. (Ayodya 1975). C) Tali Ris Bawah (Ground Rope); tali ini berfungsi sebagai tempat melekatnya jaring pada bagian bawah dan pemberat. Tali ini terletak pada kedua sayap jaring. (Ayodya 1975). Parameter utama pukat pantai ialah bukaan mulut jaring.

3. Kelengkapan Dalam Unit Penangkapan
3.1. Perahu
      Perahu yang digunakan berukuran panjang 5-6 m, lebar 0.6 m dan dalam atau tinggi 0.7 m. Perahu ini ada yang dilengkapi dengan katir/sema (outriggers) maupun tidak, ada yang dilengkapi dengan motor dan ada juga yang tanpa motor (perahu dayung). Perahu dayung biasanya terbuat dari bahan kayu (Ayodya 1975).
3.2. Nelayan
       Nelayan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pukat pantai ialah sekitar 36 orang. Tahap persiapan diperlukan 6-10 orang yang ke perahu yang ditambat di dekat pantai untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi operasional penangkapan. 13-15 orang bertugas menarik pukat pantai ketepi, 4-6 orang lagi yang mengayuh perahu dalam pengoprasian pukat pantai. Dan sekitar 5 orang bertugas melakukan perpindahan dan pergeseran pukat pantai yang telah ditarik sehingga bersatu (Ayodya 1975).
3.3 Alat Bantu
    Alat bantu yang digunakan yaitu: a) Pelampung berbendera; pelampung berbendera ini berfungsi sebagai tanda posisi kantang pukat pantai di perairan dan sebagai petunjuk bagi mandor tentang keseimbangan posisi jaring antara kiri dan kanan. Sehingga dengan melihat bendera, mandor dapat dengan mudah mengetahui kapan posisi penarik harus bergeser dan seberapa jauhnya jarak pergeseran (Ayodya 1975). b) Kayu Gardan; kayu gardan ditancapkan dengan kokoh di pantai. Fungsi dari kayu ini adalah sebagai penggulung tali penarik dan sebagai tempat untuk menambatkan tali penarik (Ayodya 1975).
3.4. Umpan
       Pukat pantai tidak menggunakan umpan dalam pengoperasian. Hal ini karena pukat pantai dioperasikan dengan menelusuri dasar perairan (Ayodya 1975).

4. Metode Pengoprasian Alat
Metode pengoperasian pukat pantai terbagi dalam 3 tahapan yaitu :
1) Tahap Persiapan; kira-kira sebanyak 6 orang nelayan naik ke perahu yang ditambat di dekat pantai untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi operasional penangkapan. Jaring dan tali disusun sedemikian rupa dengan dibantu para nelayan penarik untuk mempermudah operasi penangkapan terutama pada waktu penurunan (setting). Urut-urutan susunan alat dalam perahu mulai dari dasar adalah sebagai berikut : gulungan tali penarik I, sayap I, badan, kantong, sayap II dan teratas adalah gulungan tali penarik II. Diatur pula letak pelampung pada bagian sisi kanan menghadap kea rah laut dan pemberat di sebelah kiri menghadap kea rah pantai. Salah satu ujung tali hela (penarik) diikatkan pada patok kayu di pantai kemudian perahu dikayuh menjauhi pantai (Ayodya 1975).
2) Tahap Penawuran (Setting); perahu dikayuh menjauhi pantai sambil menurunkan tali hela II yang ujungnya telah diikatkan pada patok di daratan pantai. Apabila syarat-syarat fishing ground telah ditemukan dan jarak sudah mencapai sekitar 700 m (sepanjang tali hela) dari pantai, perahu mulai bergerak ke kanan sambil menurunkan jaring. Penurunan jaring diusahakan agar membentuk setengah lingkaran menghadap garis pantai. Urutan penurunan dari perahu sebelah kiri berturut-turut sayap II, badan dan kantong serta sayap I, kemudian tali hela diulur sambil mengayuh perahu mendekati pantai dan pada saat mendekati pantai ujung tali penarik yang lain dilempar ke pantai dan diterima oleh sekelompok nelayan yang lain. Setelah kedua ujung tali penarik berada di pantai, masing-masing ujung ditarik oleh sekelompok nelayan yang berjumlah sekitar 13 orang per kelompok. Saat itu perahu kembali kelaut untuk mengambil tali kantong dan mengikuti jaring hingga ke pantai selama penarikan jaring. Kecapatan perahu dalam menebarkan jaring dapat dihitung dengan mengetahui jarak yang telah ditempuh perahu dan lamanya waktu penebaran. Sedangkan kecepatan penawuran dapat diperoleh dengan menghitung panjang pukat pantai dibagi dengan lama penawuran (Ayodya 1975).
3) Tahap Penarikan (Hauling); ketika ujung tali hela I telah sampai di pantai, penarikan jaring dimulai. Jarak antara ujung tali penarik I dan II kurang lebih 500 m, masing-masing ditarik oleh nelayan berjumlah sekitar 13 orang. Sambil secara bertahap saling mendekat bersamaan dengan mendekatnya jaring ke pantai. Perpindahan dilakukan kira-kira sebanyak 4 kali dengan perpindahan ke 4 pergeseran dilakukan terus menerus hingga akhirnya bersatu. Ketika sayap mulai terangkat di bibir pantai, penarikan di komando oleh seorang mandor untuk mengatur posisi jaring agar ikan tidak banyak yang lepas. Bersamaan dengan itu perahu dikayuh menuju ujung kantong yang diberi tanda dengan bendera yang terpasang pada pelampung. Salah satu dari crew penebar mengikatkan kebo kaos pada bagian ujung kantong. Kebo kantong tersebut dimaksudkan sebagai tempat ikan hasil tangkapan agar jarring tidak rusak akibat terlalu banyak muatan. Sambil memegang kebo kaos tersebut nelayan berenang mengikuti jaring sampai ke pinggir pantai. Kecepatan penarikan dapat dihitung dengan cara membagi panjang keseluruhan dengan lamanya penarikan (Ayodya 1975).
4) Tahap Pengambilan Hasil Tangkap; sayap dan badan pukat pantai terus ditarik dan bila kedua bagian ini telah berada di daratan pantai, kantong ditarik dan hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong. Selanjutnya ikan yang jenisnya bermacam-macam tersebut disortir dengan memisahkan dan memasukkanya ke dalam keranjang tempat yang telah disediakan. Selain itu sebagian nelayan ada yang menaikkan tali penarik dan jating ke daratan untuk dirawat atau mempersiapkan pengoperasian tahap berikutnya (Ayodya 1975).

5. Daerah Pengoperasian
   Pukat pantai dioperasikan pada daerah dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Pukat pantai banyak dikenal dan dipergunakan di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan, Pelabuhan Ratu, Marigge (Sumatra Selatan), dan banyak pula digunakan di daerah Jawa. Sedangkan distribusi pukat pantai ini meliputi daerah Labuhan, Teluk Panganten, Jakarta, Cirebon, Brebes, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Juana, Rembang, Tuban, Bojonegoro, Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Banyuwangi, Muncar, Sepanjang pantai Madura, Lampung, Prigi, Pangandaran, Teluk Betung, Maringge, seputih dan lain-lain (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan utama pukat pantai ialah ikan demersal antara lain; pari (Says), cucut (Shark), teri (Stolepharus spp), bulu ayam (Setipinna spp), beloso (Saurida spp), manyung (Arius spp), sembilang (Plotosus spp), krepa (Epinephelus spp), kerong-kerong (Therapon spp), gerot-gerot (Pristipoma spp), biji nangka (Parupeneus spp), kapas-kapas (Gerres spp), petek (Leiognathus spp), ikan lidah dan sebelah (Psettodidae) (Subani dan Barus 1989).