1. PEMBENTUKAN
KARAKTER
Pembentukan
karakter yang baik bagi generasi penerus harus dimulai ketika seseorang masih
kecil. Karena pada usia emas inilah nilai-nilai yang baik akan lebih mudah
dicerna oleh anak-anak. “Pentingnya pengembangan karakter bangsa sebagai dasar
untuk menciptakan generasi yang unggul dan memiliki daya saing,” kata salah
seorang pendiri Indonesia Heritage Foundation (IHF), Sofyan A Djalil saat
peluncuran buku Semua Berakar pada Karakter karya Ratna Megawangi di Jakarta,
Sabtu (19/5). Ratna memaparkan, pengasuhan ramah otak (Brain Base Parenting)
sangat penting dalam membentuk manusia secara utuh (holistik) dengan mengembangkan
aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual, dan intelektual anak secara
optimal. “Semua dimensi kita kembangkan dan kita masukkan ke dalam modul-modul
pendidikan. Ramah otak yang dimaksud adalah bagaimana orangtua mendekati
anaknya dengan metode yang diarahkan agar otak dapat berkembang dengan baik,
dengan pengembangan karakter yang baik,” papar Ratna Megawangi. Pada kesempatan
itu diberikan penghargaan kepada para mitra IHF yang telah membangun lebih dari
322 institusi pendidikan prasekolah di seluru Indonesia. Sekolah-sekolah itu di
bawah nama Semai Benih Bangsa di daerah tertinggal. IHF juga membantu beberapa
perusahaan menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang
pendidikan karakter. “Sekolah ini bersifat mandiri, tidak ada peran
pemerintah,” katanya. (Hajier, 2010)
2.
PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu
yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan
psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan
tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan
atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik
pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang
bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (IT Yapi Al Azhar Rawamangun, 2011).
Pemerintah telah menunjukkan kemauan politiknya dalam
membangunan sumber daya manusia sejak dini. Seperti disampaikan Ibu Megawati
(wakil presiden pada saat itu) saat membuka Konferensi Pusat I Masa Bakti VII
Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia. Beliau menegaskan pentingnya
pendidikan anak usia dini dalam konsep pembinaan dan pengembangan anak
dihubungkan pembentukan karakter manusia seutuhnya. Lebih jauh lagi beliau
menyatakan sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan bagi anak di usia
dini merupakan basis penentu pembentukan karakter manusia Indonesia di dalam
kehidupan berbangsa.
Pernyataan ini menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
sangat penting bagi kelangsungan bangsa, dan perlu menjadi perhatian serius
dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan
sumber daya manusia harus dipandang sebagai titik sentral mengingat pembentukan
karakter bangsa dan kehandalan SDM ditentukan bagaimana penanaman sejak anak
usia dini. Pentingnya pendidikan pada masa ini sehingga sering disebut dengan
masa usia emas (the golden age).
2.1 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya
pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional
(sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan
dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Saat ini bidang ilmu pendidikan, psikologi, kedokteran,
psikiatri, berkembang dengan sangat pesat. Keadaan itu telah membuka wawasan
baru terhadap pemahaman mengenai anak dan mengubah cara perawatan dan
pendidikan anak. Setiap anak mempunyai banyak bentuk kecerdasan (Multiple
Intelligences) yang menurut Howard Gardner terdapat delapan domain kecerdasan
atau intelegensi yang dimiliki semua orang, termasuk anak. Kedelapan domain itu
yaitu inteligensi music, kinestetik tubuh, logika matematik, linguistik
(verbal), spasial, naturalis, interpersonal dan intrapersonal.
Multiple Intelligences ini perlu digali dan ditumbuh
kembangkan dengan cara memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan
secara optimal potensi-potensi yang dimiliki atas upayanya sendiri (Tientje,
2000).
2.2 Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membangun Masa
Depan Bangsa
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret
2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12,
terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya kualtias
hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias sumber daya manusia
Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa
Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber
daya manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia dini yang
mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai program utuh dan
dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini
sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah
dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura,
termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia
dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan
baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan
dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di
Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000 menunjukkan anak usia 0-6 tahun
yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah. Data tahun 2001
menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah
memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5
juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%),
Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan
anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu
sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak
usia dini saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang
memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6
tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program yang ada
baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang telah ditempuh
selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi dan
belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi.
Padahal ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan
dan tumbuh kembang anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi
perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun
2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi
pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan
memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi
anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah satu
anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.
Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan
anak usia dini diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada
saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap,
namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi yang baru
lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia
yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan
membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi
kebutuhan. Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah
sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya.
Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak
pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada
fase perkembangan ini akan memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan
kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan
stabilitas emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak
usia dini, yaitu: (1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas,
(2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya
biaya sosial karena
tingginya produktivitas kerja dan daya tahan,
(3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat,
(4) menolong para orang tua dan anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk
memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi
untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya
juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada
proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan
anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya
interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari
hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia
dini.
2.3 Perkembangan Anak Usia Dini
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan
pendidikan anak usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak
memerlukan pengetahuan tentang PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD
tidak memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut adalah keliru.
Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri,
maka ibu-ibu itu perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses
pembelajaran anak, misalnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar
tentang PAUD. Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh
karena itu haruslah orang yang menggantikan peran ibu tersebut memahami proses
tumbuh kembang anak. Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses
pembelajaran yang dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain
yang esensial dalam hubungan dengan PAUD (IT
Yapi Al Azhar Rawamangun, 2011). yaitu:
meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non linier,
menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif.
Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya
guru mendominasi kelas dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak maka
proses belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses belajar mengajar
seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap tingkat kesulitan yang dialami
masing-masing anak. Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa
juga terjadi, alasan utama yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu
karena orangtua bekerja di luar rumah.
Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui
interaksi dan interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan
agar penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan
dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan dasar
minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik tubuh, logika
matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan intrapersonal, karena pada
umumnya semua orang punya tujuh intelegensi itu, tentu bervariasi tingkat
skalanya
2.4 Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap
atau tidak untuk menjadi orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah
banyak hal dalam kehidupan, dan pada akhirnya mau atau tidak kita dituntut
untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar
dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan
sesuatu yang mudah. Dunia yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah,
mudah, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia yang
seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun dalam kepemilikanya banyak bergantung
pada peranan orang tua.
Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar
dalam membantu anak-anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini
berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang kehidupan mereka, maka akan
membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun mendatang. Pada tahun itulah
mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk ke dalam kemandirian penuh,
masuk ke dalam dunia mereka yang independen yang sudah seharusnya terlepas
penuh dari orang tua dimana keputusan-keputusan hidup mereka sudah harus dapat
dilakukan sendiri. Disinilah peranan orang tua sudah sangat berkurang dan
sebagai orang tua, pada saat itu kita hanya dapat melihat buah hasil didikan
kita sekarang, tanpa dapat melakukan perubahan apapun.
Mengapa orang tua perlu meningkatkan intelektualitas anak
demi mempersiapkan mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah saat ini meminta
persyaratan yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa. Masih didapat siswa
yang masuk SD sudah diperkenalkan dengan berbagai macam pelajaran dan ilmu
sejak dini. Anak-anak sudah harus memiliki kreativitas yang tinggi sejak kecil.
Oleh sebab itu, anak-anak yang memiliki intelektualitas yang tinggi akan lebih
mudah menerima dengan baik semua yang diajarkan. Mereka akan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menerima
hal-hal yang baru, atau intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum
mereka masuk ke sekolah. Kondisi seperti itulah yang menempatkan orang tua
sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam program pendidikan
informal yang terjadi di lingkungan keluarga.
2.5 Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini
Memasuki abad 21, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi
tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa
Indonesia sejak tahun 1997, dunia pendidikan dituntut untuk dapat
mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua,
untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu bersaing
dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi
daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian system pendidikan nasional,
sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,
memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan daerah, peserta didik, dan mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat.
Permasalahannya adalah ketidaksiapan bangsa Indonesia
menghadapi ketiga tantangan di atas, disebabkan rendahnya mutu sumber daya
manusianya. Untuk menghadapi tantangan itu, diperlukan upaya serius melalui
pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar pemberdayaan manusia
agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan dapat mengembangkannya bagi
kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa sehingga dapat membentuk masyarakat
madani. Pendidikan anak usia dini merupakan hal paling mendasar yang dilakukan
sedini mungkin dan dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh,
artinya layanan yang diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan,
kesehatan dan gizi. Terpadu mengandung arti layanan tidak saja diberikan pada
anak usia dini, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat sebagai satu
kesatuan layanan.
3.
PENTINGNYA PENDIDIKAN KELUARGA DALAM
MASYARAKAT
Jakarta, HMINEWS.Com – Keluarga sebagai entitas terkecil dalam
masyarakat merupakan bagian yang sangat sentral dalam membangun karakter anak.
Keberhasilan anak tidak ditentukan oleh pendidikan formal semata, tetapi juga
pendidikan dalam keluarga. Selain itu, komunikasi yang baik antara anak dan
orang tua menjadi kunci dalam membangun keluarga utama.
Hal inilah yang menjadi inti pembicaraan dalam seminar dan
peluncuran buku Keluarga Utama Visi Praktis Back to Family, di Universitas
al-Azhar Jakarta, Minggu (25/07). Hadir sebagai pembicara adalah Saat Suharto
(Praktisi Ekonomi dan Pendiri BTM TAMZIS) dan Syahrul Efendi Dasopang sebagai
penulis buku.
Menurut Syahrul, karakter
tidak ditentukan oleh tempat pendidikan yang hebat. Akan tetapi keluarga
mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan karakter seseorang. Akan tetapi Syahrul menambahkan, saat ini
sepertinya, tidak terjadi kerjasama antara keluarga dengan institusi pendidikan
formal. Sementara itu, Saat Suharto berpendapat, hal yang sangat penting adalah
pola komunikasi antara anak dengan orang tua. Banyak orang tua yang gagal dalam
membangun komunikasi dengan anak-anaknya. Pola komunikasi yang dibangun juga
haruslah berkualitas. Komunikasi yang berkualitas juga harus dibarengi dengan
intensitas pertemuan yang cukup dengan anak. Menurutnya, keluarga utama
lahir dari pribadi-pribadi utama, untuk itu keluarga utama perlu di tata baik
dari sisi hanif, akhlak, maupun qalbunya. (Adi, 2010)
DAFTAR
PUSTAKA
Adi.2010.Pentingnya Pendidikan Keluarga Dalam Masyarakat.
http://hminews.com/event/pentingnya-pendidikan-keluarga-dalam-masyarakat/ (4 September 2011)
Hajier.2010. Pembentukan Karakter.http://hajier.student.umm.ac.id
/2010/02/04/pembentukan-karakter/ (4 September 2011)
IT Yapi Al Azhar Rawamangun.2011. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
http://www.yapi-alazhar.sch.id/en/artikel-dan-opini/item/9-pentingnya pendidikan-anak-usia-dini.html (4 September 2011)
Tientje, Nurlaila N.Q. Mei
dan Iskandar, Yul. 2004. Pendidikan Anak Dini Usia
Untuk
Mengembangkan Multipel Inteligensi. Jakarta: Dharma Graha Group.