Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam
air. Dalam pengukuran salinitas turut pula diperhitungkan komponen GH dan
KH disamping bahan-bahan terlarut lainnya seperti natrium. Informasi kadar
salintas sangat penting artinya dalam akuairum laut. Sedangkan dalam
akuarium air tawar mengetahui pH,KH dan GH sudah memadai. Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai
berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap
berat air murni dalam volume yang sama. Rasio ini dihitung
berdasarkan konidisi suhu 15°C. Pengukuran salinitas dalam kehidupan
sehari-hari biasanya menggunakan hydrometer, yang telah dikalibrasikan untuk
digunakan pada suhu kamar. Salah satu komponen salinitas yang tidak tercakup
baik oleh KH dan GH adalah kadar natrium. Beberapa ikan air tawar dapat
menerima (toleran) kehadiran sejumlah kecil natrium dalam bentuk garam.
Bahkan sampai tahap tertentu digunakan sebagak terapi pengobatan akibat parasit
seperti ich. Sedangkan beberapa spesies yang lain sama sekali tidak toleran
terhadap garam. Jenis-jenis ikan tidak bersisik dan corydoras diketahui
sangat sensitif terhadap garam dibandingkan dengan kebanyakan ikan air tawar
lainnya.
Wahyu purwakusuma.2002.
http://www.o-fish.com/Air/salinitas.php
Salinitas adalah tingkat keasinan
atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada
kandungan garam dalam tanah. Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas
terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan
garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum)
beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya
serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat
yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar
listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak,
strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan
batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal
(hydrothermal vents) di laut dalam. Secara ideal, salinitas merupakan jumlah
dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara
praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu
penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting
saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai
jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen
digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi
untuk menentukan kandungan klorida. Salinitas ditetapkan pada tahun 1902
sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air
laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium
dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya
hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian
pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia
dan dinyatakan sebagai:
S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:
S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya. Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
"Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2
Catatan:
Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas. Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).
S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:
S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya. Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
"Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2
Catatan:
Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas. Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).
Air sebagai lingkungan hidup
organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi suhu dibandingkan
dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi daripada udara.
Artinya untuk naik 1° C, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah panas
yang lebih banyak dari pada udara.
Pada perairan dangkal akan
menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam.
Sedangkan organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang
rendah. Agar suhu air suatu perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya
penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai secara sifat alam antara lain sebagai
berikut.
• Penyerapan (absorbsi) panas
matahari pada bagian permukaan air.
• Angin, sebagai penggerak
permindahan massa air.
• Aliran vertikal dari air itu
sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan suhu air yaitu
lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang bersuhu
tinggi naik ke-permukaan perairan. Selain itu, suhu air sangat berpengaruh
terhadap jumlah oksigen terlarut di dalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih
lekas jenuh dengan oksigen dibanding dengan suhunya rendah.
Suhu air pada suatu perairan dapat
dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut
(altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air.
Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2,
CO2, N2, CH4, dan sebagainya.
SUMBER :
Gusrina, 2008. Budidaya
Ikan Jilid I. PT Macanan jaya cemerlang. Jakarta.
Suhu adalah derajat panas atau
dingin suatu zat.
Sifat Termometrik adalah sebagi dasar pengukur suhu suatu zat, yaitu kepekaan suatu zat terhedap perubahan suhu. Misalnya, volume benda bertambah jika suhunya naik, warna benda berubah jika suhunya berubah jika suhunya berubah, hambatan jenis berubah jika suhunya berubah, dan lain-lain.
Alat pengukur suhu adalah Termometer.
Secara Umum Termometer terbagi tiga, yaitu Termometer Celcius, Termometer Reamur, Termometer Kelvin dan Termometer Fahrenheit.
Untuk menentukan system skala suhu digunakan titik acuan bawah dan titik acuan atas. Titik acuan bawah yaitu titik lebur es pada tekanan 1 atm, sedangkan titik acuan atas adalah suhu titik didih air pada tekanan 1 atm.
Sifat Termometrik adalah sebagi dasar pengukur suhu suatu zat, yaitu kepekaan suatu zat terhedap perubahan suhu. Misalnya, volume benda bertambah jika suhunya naik, warna benda berubah jika suhunya berubah jika suhunya berubah, hambatan jenis berubah jika suhunya berubah, dan lain-lain.
Alat pengukur suhu adalah Termometer.
Secara Umum Termometer terbagi tiga, yaitu Termometer Celcius, Termometer Reamur, Termometer Kelvin dan Termometer Fahrenheit.
Untuk menentukan system skala suhu digunakan titik acuan bawah dan titik acuan atas. Titik acuan bawah yaitu titik lebur es pada tekanan 1 atm, sedangkan titik acuan atas adalah suhu titik didih air pada tekanan 1 atm.
2009.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/1935231-suhu-dan-kalor/.oyab
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu
benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer. Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mengukur suhu cenderung menggunakan
indera peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi maka diciptakanlah
termometer untuk mengukur suhu dengan valid. Pada abad 17 terdapat 30 jenis
skala yang membuat para ilmuan kebingungan. Hal ini memberikan inspirasi pada Anders
Celcius (1701 – 1744) sehingga pada tahun 1742 dia memperkenalkan skala
yang digunakan sebagai pedoman pengukuran suhu. Skala ini diberinama sesuai
dengan namanya yaitu Skala Celcius. Apabila benda didinginkan terus maka
suhunya akan semakin dingin dan partikelnya akan berhenti bergerak, kondisi ini
disebut kondisi nol mutlak. Skala Celcius tidak bisa menjawab masalah ini maka Lord
Kelvin (1842 – 1907) menawarkan skala baru yang diberi nama Kelvin. Skala
kelvin dimulai dari 273 K ketika air membeku dan 373 K ketika air mendidih.
Sehingga nol mutlak sama dengan 0 K atau -273°C. Selain skala tersebut ada juga
skala Reamur dan Fahrenheit. Untuk skala Reamur air membeku pada suhu 0°R dan
mendidih pada suhu 80°R sedangkan pada skala Fahrenheit air membuka pada suhu
32°F dan mendidih pada suhu 212°F.
http://sidikpurnomo.net/pembelajarafisika/suhu.2008